Bukittinggi City

Minggu, 24 Maret 2013

TERAPI HUMANISTIK-EKSISTENSIAL

     Pendekatan humanistik-eksistensial atau bisa disebut eksistensial-humanistik, menekankan renungan-renungan filosofis tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh. Banyak ahli psikologi yang berorientasi eksistensial yang mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku manusia pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu pengetahuan alam. Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Pendekatan eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofi yang melandasi terapi.
     Salah satu kritik terhadap pendekatan ini dalam praktik adalah bahwa terapi ini tidak memiliki pernyataan yang sistematis mengenai prinsip-prinsip dan praktek-praktek psikoterapis. Pendekatan ini paling sering dikritik kelemahannya dalam metodologi. Tetapi, Greening (dalam Corey, 2009) mengatakan bahwa : Humanisme eksistensial sebagai suatu orientasi psikologi menggabungkan aspek-aspek eksistensialisme dan humanisme dengan cara membuktikan sumbangan-sumbangan keduanya sambil mencoba menghindari kekurangan-kekurangannya. Jadi, humanisme eksistensial lebih meyakinkan dibandingkan banyak eksistensialisme, namun lebih mengenal keterbatasan dan keniscayaan aktualisasi diri manusia dibandingkan dengan para humanis yang terpusat pada kesenangan dan pertumbuhan. Humanisme eksistensial mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap kekacauan absurditas, keniscayaan, keputusasaan, dan “keterlemparan” manusia ke dalam dunia tempat dia sendiri bertanggung jawab atas pemenjadiannya. Humanisme eksistensial juga mencakup dalil humanistik bahwa manusia memiliki potensi yang besar untuk mentransformasikan dirinya sendiri sebagai suatu dorongan yang tidak bisa ditekan kepada pengalaman pemenuhan dalam menguji batas-batas potensi itu terhadap hambatan-hambatan yang inheren pada keberadaannya.

Pandangan Tentang Sifat Manusia
     Psikologi eksistensial-humanistik berfokus pada kondisi manusia, terutama suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Pendekatan eksistensial-humanistik tidak mengecilkan manusia menjadi kumpulan naluri ataupun hasil pengkondisian. Pendekatan ini bukan suatu aliran terapi, bukan pula suatu teori tunggal yang sistematik.

Tujuan-Tujuan Terapeutik
     Terapi ini bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Pada dasarnya, tujuan terapi eksistensial adalah memperluas kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya. Selain itu, juga bertujuan untuk membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubung dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.
     Dalam mencapai tujuan dari terapi ini, dibutuhkan peran serta fungsi dari terapis. Tugas utama terapis adalah berusaha mamahami klien sebagai ada dalam dunia. Teknik yang digunakan mengikuti alih-alih mendahului pemahaman. Karena menekankan pemahaman klien sekarang, para terapis eksistensial menunjukkan keleluasaan dalam menggunakan metode-metode, dan prosedur yang digunakan oleh mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien satu kepada klien lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama. Dikalangan terapis eksistensial dan humanistik ada kesepakatan menyangkut tugas-tugas dan tanggung jawab terapis.

Teknik-Teknik Dan Prosedur-Prosedur Terapeutik
     Tidak seperti kebanyakan pendekatan terapi, pendekatan eksistensial-humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur terapeutik bisa dipungut dari beberapa pandekatan terapi lainnya. Metode-metode yang berasal dari terapi Gestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam pendekatan eksistensial-humanistik.
     Bugental dalam bukunya The Search for Authenticity (1965) menunjukkan bahwa konsep inti pskoanalisis tentang resistensi dan transferensi bisa diterapkan dalam filsafat dan praktek terapi eksistensial. Rollo May (dalam Corey, 2009) seorang psikoanalisis Amerika, juga telah mengintegrasikan metodologi dan konsep-konsep psikoanalisis ke dalam psikoterapi eksistensial.
     Menurut Corey (2009), meskipun pendekatan eksistensial-humanistik memiliki banyak hal yang bisa diberikan kepada klien yang fungsi psikologis dan fungsionalnya relatif tinggi, pendekatan eksistensial-humanistik ini amat terbatas penerapannya pada para klien yang fungsinya rendah, pada para klien yang berada dalam keadaan krisis, dan pada para klien yang miskin. Para klien yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok untuk memelihara kelangsungan hidupnya dan yang tidak berminat pada aktualisasi diri atau makna-makna eksistensial, kurang tepat untuk ditangani melalui terapi eksistensial-humanistik.

Sumber : Corey, G. (2009). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar