Bukittinggi City

Minggu, 24 Maret 2013

CLIENT-CENTERED THERAPY

     Konsep dasar dari client-centered therapy adalah bahwa inidividu memiliki kecenderungan untuk mengakutalisasikan diri (actualizing tendencies) yang berfungsi satu sama lain dalam sebuah organisme. Para terapis lebih terfokus pada “potensi apa yang dapat dimanfaatkan”. Didalam terapi, terdapat dua kondisi inti: congruence dan unconditional positive regard. Congruence merujuk pada bagaimana terapis dapat mengasimilasikan dan menggiring pengalaman agar klien sadar dan memaknai pengalaman tersebut. Unconditional positive regard adalah bagaimana terapis dapat menerima klien apa adanya, di mana terapis membiarkan dan menerima apa yang klien ucapkan, pikirkan, dan lakukan. Di samping itu , terdapat juga sejumlah konsep dasar dari sisi klien, yakni self-concept, locus of evaluation, dan experiencing Self concept merujuk pada bagaimana klien memandang-memikirkan-menghargai diri sendiri. Locus of evaluation merujuk dari sudut pandang mana klien menilai diri. Orang yang bermasalah akan terlalu menilai diri mereka berdasar persepsi orang lain (eksternal). Experiencing, adalah proses di mana klien mengubah pola pandangnya, dari yang kaku dan terbatas menjadi lebih terbuka.
     Ada beberapa konsep-konsep kepribadian yang dikemukakan Rogers, yaitu:
1.    Pengalaman, yakni alam subjektif dari individual, di mana hanya indidivu spesifik yang benar-benar memahami alam subjektif dirinya sendiri;
2.    Realitas, yaitu persepsi individual terhadap lingkungan sekitarnya yang subjektif, di mana perubahan terhadap persepsi akan memengaruhi pandangan individu terhadap dirinya;
3.    Kecenderungan individu untuk bereaksi sebagai keseluruhan yang beraturan (organized whole), di mana individu cenderung bereaksi terhadap apa yang penting bagi mereka (skala prioritas);
4.    Kecenderungan individu untuk melakukan aktualisasi, di mana individu pada dasarnya memiliki kecenderungan untuk menunjukkan potensi diri mereka, bahkan meskipun apa yang mereka lakukan (dan pikirkan) irasional;
5.    Kerangka acuan internal yakni bagaimana individu memandang dunia dengan cara unik mereka sendiri;
6.    Self atau diri, yakni bagaimana individu memandang secara keseluruhan hubungan  aku (I) dan diriku (me), dan bagaimana hubungan keduanya dengan lingkungan;
7.    Simbolisasi, di mana individu menjadi sadar dengan pengalamannya, dan simbolisasi itu seringkali muncul secara konsisten dengan konsep diri;
8.    Penyesuaian psikologis, di mana keberadaan congruence antara konsep diri dan persepsi individu akan menjadikan individu dapat melakukan penyesuaian psikologis (dan sebaliknya);
9.    Proses penilaian organis, di mana individu membuat penilaian pribadi berdasarkan nilai yang dianutnya; dan
10.    Orang yang berfungsi sepenuhnya, di mana orang-orang seperti ini adalah mereka yang mampu merasakan pengalamannya, terbuka terhadap pengalaman, dan tidak takut akan apa yang mereka sedang dan mungkin alami.

Terapis
Dalam tipe Rogerian terapis bersifat pasif. Ada 3 formulasi penting yang harus dilakukan terapis, yaitu:
1.    Kongruensi (keselarasan antara pikiran dan perilaku terapis, terapis terbuka dan natural),
2.    Empati (persepsi akurat tentang perasaan orang lain, terapis benar-benar ikut merasakan hal yang dirasa klien), dan
3.    Anggapan positif tanpa syarat (tidak menghakimi, terapis menerima klien apa adanya tanpa membedakan baik dan buruk) (Sundberg et al, 2002).
     Tugas terapis adalah sebagai fasilitator pasif yang mendorong klien untuk bertanggung jawab dalam menentukan arah atau tindakannya sendiri dengan menciptakan iklim terapeutik, terapis menggunakan perasaannya dalam menghadapi klien (Corsini & Wedding, 2011), terapis menjadi observer menggunakan seluruh inderanya (Capuzzi & Gross, 1991).

Hubungan Antara Terapi Dan Klien
     Client-centered therapy (CCT) menekankan pada sikap dan kepercayaan dalam proses terapi antara terapis dengan klien. Efektifitas dari pendekatan terapi ini adalah pada sifat kehangatan, ketulusan, penerimaan nonposesif dan empati yang akurat. Client-centered therapy beranggapan bahwa klien sanggup menentukan dan menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri. Perlu adanya respek terhadap klien dan keberanian pada seorang terapis untuk mendorong klien agar bersedia mendengarkan dirinya sendiri dan mengikuti arah-arahannya sendiri terutama pada saat klien membuat pilihan-pilihan yang bukan merupakan pilihan yang diharapkan terapis. CCT membangun hubungan yang membantu, dimana klien akan mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area-area kehidupannya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Dalam Suasana ini klien merupakan narator aktif yang membangun terapi secara interaktif dan sinergis untuk perubahan yang positif. CCT cenderung spontan dan responsif terhadap permintaan klien bila memungkinkan. Seperti permintaan untuk mengubah jadwal terapi dan membuat panggilan telepon pada terapis.

Teknik
     Tidak ada metode atau teknik yang spesifik. Karena CCT menitikberatkan pada sikap-sikap terapis. Namun ada beberapa teknik dasar yang harus dimiliki terapis yaitu mendengarkan klien secara aktif, merefleksikan perasaan klien, dan kemudian menjelaskannya (Corsini & Wedding, 2011).

Proses & Aplikasi
Wawancara awal  digunakan untuk:
1.    Menjelaskan apa yang akan dilakukan terapi dan apa yang diharapkan dari klien, kontrak terapeutik (tujuan, harapan, kapan, dimana, lama, keterbatasan, dan lain-lain);
2.    Mengetahui apa yang menjadi masalah klien, lalu untuk sampai pada diagnosis, selanjutnya menentukan apakah klien dapat diobati apa tidak (Natiello, 1994). Terapis bersama klien mengkaji dan mendiskusikan apa yang telah dipelajari klien selama terapi berlangsung, dan dapat di aplikasi pada kehidupan sehari-hari. Terapi dapat berakhir jika tujuan telah tercapai, klien tidak melanjutkan lagi, atau terapis tidak dapat lagi menolong kliennya (merujuk ke ahli lain).

Ciri-ciri psikoterapi adalah sebagai berikut:
1.    Proses:  Interaksi dua pihak, formal, profesional, legal, etis;
2.    Tujuan: Perubahan kondisi psikologis individu menjadi  pribadi yang positif atau optimal (afektif, kognitif, perilaku atau kebiasaan);
3.    Tindakan, berdasar: ilmu (teori), teknik, skill yang formal, assessment (data yang diperoleh melalui proses assessment-wawancara, observasi, tes, dan sebagainya) (Gerald Corey, 2009).

     Paradigma tradisional (CCT) menegaskan bahwa perubahan adalah bagian dari “menggali” perasaan atau pengalaman yang mendistorsi konsep diri, sehingga menyebabkan kecemasan. Mekanisme terapeutik berlandaskan hubungan aku-kamu, atau hubungan pribadi ke pribadi dalam keamanan dan penerimaan yang mendorong klien  menanggalkan pertahanan-pertahanannya serta menerima dan mengintegrasikan aspek-aspek sistem dirinya yang sebelumnya diingkari atau didistorsi. (Zimring, 2000).
     Terapis harus berasumsi bahwa terapi umumnya berlaku untuk siapa pun, terlepas dari label diagnostik, bertumpu pada keyakinan bahwa orang itu mempunyai ekspresi diri antara diri dan gangguan, diri dan lingkungan. (Mearns, 2003; Rogers, 1951). Pendekatan ini menggunakan teknik dasar mencakup mendengarkan aktif, merefleksikan perasaan-perasaan; menjelaskan, dan “hadir” bagi klien, namun tidak memasukkan pengetesan diagnostik, penafsiran, kasus sejarah, dan bertanya atau menggali informasi.

Sumber: dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar