Bukittinggi City

Sabtu, 06 Oktober 2012

Akulturasi dan Relasi Internakultural

Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh akulturasi: Saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa, sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini terjadi di acara Simfoni Semesta Raya.

Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain. Misalnya, bila sekelompok imigran kemudian berdiam di Amerika Serikat (kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berperilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan rumah akan menjadi bagian dari kultur kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, kultur tuan rumah pun ikut berubah.

Relasi Internakultural
Relasi Internakultural atau Komunikasi Antar Budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.

Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.

“Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of diverse culture.”

Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.

Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan.

Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama.
Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita.

Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara.

Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya

1.       Fungsi Pribadi
ü  Menyatakan Identitas Sosial
ü  Menyatakan Integrasi Sosial
ü  Menambah Pengetahuan
ü  Melepaskan Diri atau Jalan Keluar

2.       Fungsi Sosial
ü  Pengawasan
ü  Menjembatani
ü  Sosialisasi Nilai
ü  Menghibur

Prinsip-Prinsip Komunikasi Antarbudaya
1.       Relativitas Bahasa
2.       Bahasa Sebagai Cermin Budaya
3.       Mengurangi Ketidak-pastian
4.       Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya
5.       Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya
6.       Memaksimalkan Hasil Interaksi

Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank (1989) mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, anda mungkin menghindarinya. Dengan demikian, misalnya anda akan memilih berbicara dengan rekan sekelas yang banyak kemiripannya dengan anda ketimbang orang yang sangat berbeda.

Kedua, bila kita mendapatkan hasil yang positif, kita terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi kita. Bila kita memperoleh hasil negatif, kita mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi.

Ketiga, kita mebuat prediksi tentang mana perilaku kita yang akan menghasilkan hasil positif. Dalam komunikasi, anda mencoba memprediksi hasil dari, misalnya, pilihan topik, posisisi yang anda ambil, perilaku nonverbal yang anda tunjukkan, dan sebagainya. Anda kemudian melakukan apa yang menurut anda akan memberikan hasil positif dan berusaha tidak melakkan apa yang menurut anda akan memberikan hasil negatif.

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Akulturasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_antarbudaya

Transmisi Budaya dan Biologis serta Awal Perkembangan dan Pengasuhan

Budaya sebagai jejak tingkah laku manusia, yang diperoleh melalui hasil pembelajaran lengkap dengan unsur bahasa yang menjadi landasannya, sangat terikat dengan apa yang kita namakan ruang-waktu. Dalam ruang, budaya menjelma tradisi. Diikuti oleh turunannya yang kemudian masuk pada wilayah normatif dan relatif. Budaya yang sarat dengan tatanan norma kemasyarakatan, meski terkena hukum etiket. Relatif adanya. Karena hampir di setiap kebudayaan manusia, terdapat patokan yang berbeda untuk menjustifikasi sebuah tindakan budaya apakah beretika atau tidak.
Transmisi budaya merupakan kegiatan pengiriman atau penyebaran pesan dari generasi yang satu ke generasi yang lain tentang sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sulit diubah. “Cultural transmission is the way a group of people or animals within a society or culture tend to learn and pass on new information.”

Bentuk Transmisi Budaya

         •         Enkulturasi
Merupakan proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya selama hidup seseorang individu dimulai dari institusi keluarga terutama tokoh ibu. Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur (budaya) ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Enkulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui proses belajar dan penyesuaian alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.

•                        Akulturasi
Merupakan suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

•                        Sosialisasi
Menurut Soerjono Soekanto, sosialisasi adalah suatu proses di mana anggota masyarakat baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana ia menjadi anggota. Sosiologi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui proses pemasyarakatan, yaitu seluruh proses apabila seorang individu dari masa kanak-kanak sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain dalam masyarakat.

 
Pengaruh Enkulturasi terhadap perkembangan psikologi individu

Enkulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui proses belajar dan penyesuaian alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Enkulturasi terjadi karena lingkungan yang menerapkan aturan-aturan tersebut. Sehingga individu itu sendiri menyesuaikan.

Pengaruh Akulturasi terhadap perkembangan psikologi individu
Akulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Akulturasi terjadi karena sekelompok orang asing yang berangsur-angsur mengikuti cara atau peraturan di dalam lingkup orang Indonesia.

Kesamaan dan Perbedaan Antar budaya dalam Hal Transmisi Budaya melalui awal masa perkembangan dan pola kelekatan (attachment) pada ibu atau pengasuh

Awal Perkembangan dan Pengasuhan Transmisi budaya dapat terjadi sesuai dengan awal pengembangan dan pengasuhan yang terjadi pada masing-masing individu. Dimana proses seperti enkulturasi, sosialisasi ataupun akulturasi yang mempengaruhi perkembangan psikologis individu tergantung bagaimana individu mendapat pengasuhan dan bagaimana lingkungan yang diterimanya.
Jika seorang anak sedari dini lebih banyak menghabiskan waktunya bersama pengasuh, maka kelekatan antara seorang anak dan ibu akan kurang daripada bersama pengasuhnya. Karena pengaruh sosialisasi, akulturasi, dan enkulturasi terjadi di masyarakat, membuat setiap orang berusaha untuk mengetahui hal tersebut. Sehingga pola perilaku individu mengalami proses belajar dalam kesehariannya melalui sosialisasi terhadap lingkungan yang mempengaruhinya. Maka terjadilah kesamaan dan perbedaan antar budaya dalam mempengarahui pola perkembangan seorang anak.

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_antarbudaya
www.library.upnvj.ac.id/pdf/3fisippdf/
http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi
http://blog2future.blogspot.com/2012/10/transmisi-budaya-dan-biologis-serta.html

Multikulturalisme

Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.

Definisi
Multikulturalisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu.

“Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.

Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007).

Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (“A Multicultural society, then is one that includes several cultural communities with their overlapping but none the less distinc conception of the world, system of [meaning, values, forms of social organizations, historis, customs and practices”; Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).

Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174).

Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000).

Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar).

Jenis Multikulturalisme

1.     Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
2.    Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.
3.    Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
4.    Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
5.    Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.

Multikulturalisme di Indonesia

Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.

Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.

Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena :
1.       Letak geografis indonesia
2.       Perkawinan campur
3.       Iklim

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Multikulturalisme

Akulturasi Psikologis

Akulturasi adalah penggabungan dua budaya yang berbeda yang merupakan hasil dari proses interaksi. Istilah akulturasi atau culture contact (kontak kebudayaan) mempunyai pengertian proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu di hadapkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi akulturasi
Terjadinya akulturasi adalah perubahan sosial budaya dan struktur sosial serta pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.

Secara garis besar, ada dua faktor yang menyebabkan akulturasi dapat terjadi, yaitu:
1.       Faktor Intern
•         Bertambah dan berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian, migrasi)
•         Adanya penemuan baru. Discovery : penemuan ide atau alat baru yang sebelumnya belum pernah ada.
•         Invention : penyempurnaan penemuan baru.
•         Innovation : pembaruan atau penemuan baru yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga menambah, melengkapi atau mengganti yang telah ada. Penemuan baru didorong oleh kesadaran masyarakat akan kekurangan unsur dalam kehidupannya, kualitas ahli atau anggota masyarakat.
•         Konflik yang terjadi dalam masyarakat.
•         Pemberontakan atau revolusi

2.       Faktor Ekstern
•         Perubahan alam
•         Peperangan

Pengaruh kebudayaan lain melalui difusi (penyebaran kebudayaan), akulturasi(pembauran antar budaya yang masih terlihat masing-masing sifat khasnya), asimilasi(pembauran antar budaya yang menghasilkan budaya yang sama sekali baru batas budaya lama tidak tampak lagi).

Faktor-faktor yang memperkuat potensi akulturasi dalam taraf individu adalah faktor-faktor kepribadian seperti toleransi, kesamaan nilai, mau mengambil resiko, keluesan kognitif, keterbukaan dan sebagainya. Dua budaya yang mempunyai nilai-nilai yang sama akan lebih mudah mengalami akulturasi dibandingkan dengan budaya yang berbeda nilai.

Jadi, akulturasi psikologis adalah akulturasi yang terjadi pada psikologis seseorang atau suatu mayarakat, misalnya seseorang yang merantau akan terpengaruh dengan budaya yang ada ditempatnya merantau secara psikologis, seperti pola berpikir atau sifatnya, tetapi tidak membuat ia berubah seutuhnya menjadi seperti orang-orang asli ditempat tersebut.

Sumber :
http://www.psychologymania.com/2012/06/faktor-yang-mempengaruhi-akulturasi.html
http://bknpsikologi.blogspot.com/2010/11/akulturasi-dan-enkulturasi.html

Psikologi Lintas Budaya

Pengertian Psikologi Lintas Budaya:

a. Menurut Segall, Dasen, dan Poortinga (1990), psikologi lintas budaya adalah kajian ilmiah mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus menghitungkan cara perilaku itu dibentuk dan di pengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya.

b. Riset lintas budaya dalam psikologi adalah perbandingan sistematis dan eksplisit antara ubahan-ubahan (variabel) psikologi dibawah kondisi-kondisi perbedaan budaya dengan maksud mengkhususkan anteseden-an-teseden dan proses-proses yang memerantarai (mediate) kemunculan perbedaan perilaku (eckensberger, 1972, hal. 100).

c. Psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi universal (Triandis,Malpass, & Davidson, 1972, Hal. 1).

d. Psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa kearah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan. Dalam sebagian besar kajian, kelompok-kelompok yang dikaji biasa berbicara dengan bahasa berbeda dan dibawah pemerintahan unit-unit politik yang berbeda (Brisling, Lonner, & Thorndike, 1973, hal.5).

e. Psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya yang berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan (Triandis, 1980, hal. 1).
Hubungan belajar psikologi lintas budaya dengan disiplin ilmu lainnya:
Pada awal perkembangannya, ilmu psikologi tidak menaruh perhatian terhadap budaya. Baru sesudah tahun 50-an budaya memperoleh perhatian. Namun baru pada tahun 70-an ke atas budaya benar-benar memperoleh perhatian. Pada saat ini diyakini bahwa budaya memainkan peranan penting dalam aspek psikologis manusia. Oleh karena itu pengembangan ilmu psikologi yang mengabaikan faktor budaya dipertanyakan kebermaknaannya. Triandis (2002) misalnya, menegaskan bahwa psikologi sosial hanya dapat bermakna apabila dilakukan lintas budaya. Hal tersebut juga berlaku bagi cabang-cabang ilmu psikologi lainnya. Sebenarnya bagaimana hubungan antara psikologi dan budaya? Secara sederhana Triandis (1994) mem buat kerangka sederhana bagaimana hubungan antara budaya dan perilaku sosial, Ekologi – budaya – sosialisasi – kepribadian – perilaku Sementara itu Berry, Segall, Dasen, & Poortinga (1999) mengembangkan sebuah kerangka untuk memahami bagaimana sebuah perilaku dan keadaan psikologis terbentuk dalam keadaan yang berbeda-beda antar budaya. Kondisi ekologi yang terdiri dari lingkungan fisik, kondisi geografis, iklim, serta flora dan fauna, bersama-sama dengan kondisi lingkungan sosial-politik dan adaptasi biologis dan adaptasi kultural merupakan dasar bagi terbentuknya perilaku dan karakter psikologis. Ketiga hal tersebut kemudian akan melahirkan pengaruh ekologi, genetika, transmisi budaya dan pembelajaran budaya, yang bersama-sama akan melahirkan suatu perilaku dan karakter psikologis tertentu.

Contoh artikel yang menggambarkan tentang psikologi lintas budaya:

Psikologi spiritual, ciri khas suatu agama

Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa serta berkehendak dimana perilakunya mencerminkan apa yang difikir, yang dirasa dan yang dikehendakinya. Manusia juga makhluk yang bisa menjadi subyek dan obyek sekaligus, disamping ia dapat menghayati perasaan keagamaan dirinya, ia juga dapat meneliti keberagamaan orang lain. Tetapi apa makna agama secara psikologis pasti berbeda-beda, karena agama menimbulkan makna yang berbeda-beda pada setiap orang. Bagi sebagian orang, agama adalah ritual ibadah, seperti salat dan puasa, bagi yang lain agama adalah pengabdian kepada sesama manusia bahkan sesama makhluk, bagi yang lain lagi agama adalah akhlak atau perilaku baik, bagi yang lain lagi agama adalah pengorbanan untuk suatu keyakinan, berlatih mati sebelum mati, atau mencari mati (istisyhad) demi keyakinan. Di sini kita berhadapan dengan persoalan yang pelik dan rumit, yaitu bagaimana menerangkan agama dengan pendekatan ilmu pengetahuan, karena wilayah ilmu berbeda dengan wilayah agama. Jangankan ilmu, akal saja tidak sanggup mengadili agama. Para ulama sekalipun, meski mereka meyakini kebenaran yang dianut tetapi tetap tidak berani mengklaim kebenaran yang dianutnya, oleh karena tu mereka selalu menutup pendapatnya dengan kalimat wallohu a`lamu bissawab, bahwa hanya Allahlah yang lebih tahu mana yang benar. Agama berhubungan dengan Tuhan, ilmu berhubungan dengan alam, agama membersihkan hati, ilmu mencerdaskan otak, agama diterima dengan iman, ilmu diterima dengan logika. Meski demikian, dalam sejarah manusia, ilmu dan agama selalu tarik menarik dan berinteraksi satu sama lain. Terkadang antara keduanya akur, bekerjasama atau sama-sama kerja, terkadang saling menyerang dan menghakimi sebagai sesat, agama memandang ilmu sebagai sesat, sebaliknya ilmu memandang perilaku keagamaan sebagai kedunguan. Belakangan fenomena menunjukkan bahwa kepongahan ilmu tumbang di depan keagungan spiritualitas, sehinga bukan saja tidak bertengkar tetapi antara keduanya terjadi perkawinan, seperti yang disebut oleh seorang tokoh psikologi tranpersonal, Ken Wilber; Pernikahan antara Tubuh dan Roh, The Marriage of Sence and Soul.(Ken Wilber, The Marriage of Sence and Soul, Boston, Shambala,2000). Bagi orang beragama, agama menyentuh bagian yang terdalam dari dirinya, dan psikologi membantu dalam penghayatan agamanya dan membantu memahami penghayatan orang lain atas agama yang dianutnya. Secara lahir agama menampakkan diri dalam bermacam-macam realitas; dari sekedar moralitas atau ajaran akhlak hingga ideologi gerakan, dari ekpressi spiritual yang sangat individu hingga tindakan kekerasan massal, dari ritus-ritus ibadah dan kata-kata hikmah yang menyejukkan hati hingga agitasi dan teriakan jargon-jargon agama (misalnya takbir) yang membakar massa. Inilah kesulitan memahami agama secara ilmah, oleh karena itu hampir tidak ada definisi agama yang mencakup semua realitas agama. Sebagian besar definisi agama tidak komprehensip dan hanya memuaskan pembuatnya. Sangat menarik bahwa Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa, kemulian seorang mukmin itu diukur dari agamanya, kehormatannya diukur dari akalnya dan martabatnya diukur dari akhlaknya (karamul mu’mini dinuhu, wa muru’atuhu `aqluhu wa hasabuhu khuluquhu)(HR. Ibn Hibban). Ketika nabi ditanya tentang amal yang paling utama, hingga lima kali nabi tetap menjawab husn al khuluq, yakni akhlak yang baik, dan nabi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan akhlak yang baik adalah sekuat mungkin jangan marah, ( an la taghdlaba in istatha`ta). ( at Tarhib jilid III, h. 405-406). Jadi pengertian agama itu sangat kompleks. Psikologi agama mencoba menguak bagaimana agama mempengaruhi perilaku manusia, tetapi keberagamaan seseorang juga memiliki keragaman corak yang diwarnai oleh berbagai cara berfikir dan cara merasanya. Seberapa besar Psikologi mampu menguak keberagamaan seseorang sangat bergantung kepada paradigma psikologi itu sendiri. Bagi Freud (mazhab Psikoanalisa) keberagamaan merupakan bentuk ganguan kejiwaan, bagi mazhab Behaviorisme, perilaku keberagamaan tak lebih sekedar perilaku karena manusia tidak memiliki jiwa. Mazhab Kognitif sudah mulai menghargai kemanusiaan, dan mazhab Humanisme sudah memandang manusia sebagai makhluk yang mengerti akan makna hidup yang dengan itu menjadi dekat dengan pandangan agama. Dibutuhkan paradigma baru atau mazhab baru Psikologi untuk bisa memahami keberagamaan manusia. Psikologi Barat yang diassumsikan mempelajari perilaku berdasar hukum-hukum dan pengalaman kejiwaan universal ternyata memiliki bias culture, oleh karena itu teori psikologi Barat lebih tepat untuk menguak keberagamaan orang yang hidup dalam kultur Barat. Psikologi Barat begitu sulit menganalisis fenomena Revolusi Iran yang dipimpin Khumaini karena keberagamaan yang khas Syi’ah tidak tercover oleh Psikologi Barat, sebagaimana juga sekarang tidak bisa membedah apa makna senyum Amrozi ketika di vonis hukuman mati. Keberagamaan seseorang harus diteliti dengan the Indigenous Psychology, yakni psikologi yang berbasis kultur masyarakat yang diteliti. Untuk meneliti keberagamaan orang Islam juga hanya mungkin jika menggunakan paradigma The Islamic Indigenous Psychology. Psikologi sebagai ilmu baru lahir pada abad 18 Masehi meski akarnya menhunjam jauh ke zaman purba. Dalam sejarah keilmuan Islam, kajian tentang jiwa tidak seperti psikologi yang menekankan pada perilaku, tetapi jiwa dibahas dalam kontek hubungan manusia dengan Tuhan, oleh karena itu yang muncul bukan Ilmu Jiwa (`ilm an nafs), tetapi ilmu Akhlak dan Tasauf. Meneliti keberagamaan seorang muslim dengan pendekatan psikosufistik akan lebih mendekati realitas keberagamaan kaum muslimin dibanding dengan paradigma Psikologi Barat. Term-term Qalb, `aql, bashirah (nurani), syahwat dan hawa (hawa nafsu)yang ada dalam al Qur’an akan lebih memudahkan menangkap realitas keberagamaan seorang muslim. Kesulitan memahami realitas agama itu direspond The Encyclopedia of Philosophy yang mendaftar komponen-komponen agama.

Menurut Encyclopedia itu, agama mempunyai ciri-ciri khas (characteristic features of religion) sebagai berikut :
1. Kepercayaan kepada wujud supranatural (Tuhan)
2. Pembedaan antara yang sakral dan yang profan.
3. Tindakan ritual yang berpusat pada obyek sacral
4. Tuntunan moral yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan
5. Perasaan yang khas agama (takjub, misteri, harap, cemas, merasa berdosa, memuja) yang cenderung muncul di tempat sakral atau diwaktu menjalankan ritual, dan kesemuanya itu dihubungkan dengan gagasan Ketuhanan.
6. Sembahyang atau doa dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dengan Tuhan
7. Konsep hidup di dunia dan apa yang harus dilakukan dihubungkan dengan Tuhan
8. Kelompok sosial seagama, seiman atau seaspirasi. Urgensi pendekatan Indigenous Psychology bukan saja karena agama itu sangat beragam, bahkan satu agamapun, Islam misalnya memiliki keragaman keberagamaan yang sangat kompleks. Orang beragama ada yang sangat rational, ada yang tradisional, ada yang “fundamentalis” dan ada yang irational. Keberagamaan orang beragama juga ada yang konsisten antara keberagamaan individual dengan keberagamaan sosialnya, tetapi ada yang secara individu ia sangat saleh, ahli ibadah, tetapi secara sosial ia tidak saleh. Sebaliknya ada orang yang kebeagamaanya mewujud dalam perilaku sosial yang sangat saleh, sementara secara individu ia tidak menjalankan ritual ibadah secara memadai.

Sumber:
http://www.blogpsikologi.com/author/evanjh
http://sintawonnie.wordpress.com/

Senin, 19 Maret 2012

Kesehatan Mental kasus Schizophrenia

Setiap orang pasti ingin hidup sehat baik fisik maupun mental, mungkin kita sudah mengetahui apa itu kesehatan fisik, Hidup sehat fisik dan mental merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan fisik dan mental selain harus dilatih dengan olahraga, juga harus di jaga dengan makan makanan yang bergizi.

Kesehatan Fisik ialah keadaan baik, artinya bebas dari sakit seluruh badan dan bagian-bagiannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud-Balai Pustaka, Jakarta 1996). Kesehatan fisik bisa kita lihat dari fisik kita masing-masing itu tidak sulit, tapi apakah kita tahu apa itu kesehatan mental??? Dalam artikel ini saya akan menjelaskan apa itu kesehatan mental,faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental, dan contoh kasus kesehatan mental.

Kesehatan mental, ialah kemampuan seseorang menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai kemampuannya, baik tuntutan dalam diri sendiri maupun luar dirinya sendiri, seperti menyesuaikan diri dengan lingkungan rumah, sekolah, lingkungan kerja dan masyarakat serta teman sebaya.
Seseorang dapat mengikuti atau melakukan suatu aktivitas dengan baik bila ia sehat secara mental. Yang dimaksud sehat secara mental adalah adanya rasa aman, kasih sayang, kebahagiaan dan rasa diterima oleh orang lain. Sebaliknya seseorang akan mengalami hambatan mengikuti atau melakukan suatu aktivitas bila kesehatan mentalnya terganggu, seperti adanya: rasa cemas, sedih, marah, kesal, khawatir, rendah diri, kurang percaya diri dan lain-lain.

Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Mental Manusia
Mental sehat manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan external. Keduanya saling mempengaruhi dan dapat menyebabkan mental yang sakit sehingga bisa menyebabkan gangguan jiwa dan penyakit jiwa.

A. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifat yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu, pemberani, dan lain sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik, menciptakan lagu, akting, dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan sebagainya.

B. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek, dan masih banyak lagi lainnya.
Faktor luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pemerintah, pendidikan, pekerjaan, masyarakat, dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental seseorang, namun faktor external yang buruk / tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.

Ada banyak penyakit kesehatan mental, seperti stress, personality disorder, anxiety disorder, eating disorder, mental retardasi, conduct disorder, seksual disorder, schizophrenia, dll.
Dalam artikel ini saya akan mengambil salah satu dari beberapa penyakit kesehatan mental yaitu Schizophrenia.
Apa itu Schizophrenia, orang yang belajar ilmu psikologi pasti sering mendengar Schizophrenia biasanya sering disebut Skizopren.

Schizophrenia adalah gangguan mental yang ditandai dengan disintegrasi proses pemikiran dan respon emosional. Ini paling sering bermanifestasi sebagai halusinasi pendengaran, delusi paranoid atau aneh, atau bicara tidak teratur dan berpikir, dan disertai dengan disfungsi sosial atau pekerjaan yang signifikan. Timbulnya gejala biasanya terjadi pada dewasa muda, dengan prevalensi seumur hidup global sekitar 0,3-0,7%. Diagnosa didasarkan pada perilaku yang diamati dan pengalaman pasien yang dilaporkan.
Genetika, lingkungan awal, neurobiologi, dan proses psikologis dan sosial tampaknya faktor penyebab penting; beberapa obat rekreasi dan resep tampak menyebabkan atau memperburuk gejala. Penelitian saat ini difokuskan pada peran neurobiologi, tetapi pertanyaan ini tidak terisolasi satu penyebab organik tunggal. Kombinasi banyak kemungkinan gejala telah memicu perdebatan mengenai apakah diagnosis merupakan gangguan tunggal atau beberapa sindrom diskrit. Meskipun etimologi istilah dari skhizein akar Yunani (σχίζειν, "untuk split") dan phrēn, phren-(φρήν, φρεν-; "pikiran"), skizofrenia tidak menyiratkan "split pikiran" dan itu tidak sama sebagai gangguan identitas disosiatif-juga dikenal sebagai "gangguan kepribadian ganda" atau "kepribadian ganda"-kondisi dengan yang sering bingung dalam persepsi publik.
Andalan pengobatan obat antipsikotik, yang terutama bekerja dengan menekan aktivitas dopamin. Psikoterapi dan rehabilitasi kejuruan dan sosial juga penting. Dalam kasus yang lebih serius-mana ada resiko untuk perawatan diri dan lain-paksa mungkin diperlukan, walaupun tetap rumah sakit sekarang lebih pendek dan kurang sering daripada mereka.

Gangguan diperkirakan terutama untuk mempengaruhi kognisi, tetapi juga biasanya memberikan kontribusi untuk masalah kronis dengan perilaku dan emosi. Orang dengan skizofrenia cenderung memiliki tambahan (komorbiditas) kondisi, termasuk depresi mayor dan gangguan kecemasan; terjadinya penyalahgunaan zat umur hampir 50% masalah sosial, seperti pengangguran jangka panjang, kemiskinan dan tunawisma, adalah biasa. . Harapan hidup rata-rata orang dengan gangguan ini adalah 12 sampai 15 tahun kurang dari mereka yang tidak, hasil dari meningkatnya masalah kesehatan fisik dan tingkat bunuh diri yang lebih tinggi (sekitar 5%).

Tanda dan gejala
Seseorang didiagnosis dengan skizofrenia dapat mengalami halusinasi (mendengar suara-suara yang paling sering), delusi (sering aneh atau persecutory di alam), dan berpikir tidak teratur dan pidato. Yang terakhir ini dapat berkisar dari hilangnya kereta pemikiran, untuk kalimat hanya longgar tersambung dalam arti, untuk inkoherensi dikenal sebagai salah kata dalam kasus yang parah. penarikan Sosial, kecerobohan pakaian dan kebersihan, dan kehilangan motivasi dan penilaian semua umum di skizofrenia. Ada pola diamati sering kesulitan emosional, misalnya karena tidak responsif.. Penurunan kognisi sosial dikaitkan dengan skizofrenia, sebagai gejala paranoia;.. isolasi sosial sering terjadi Dalam satu subtipe biasa, orang mungkin sebagian besar bisu, tetap bergerak di postur aneh, atau agitasi menunjukkan tujuan, semua tanda-tanda catatonia.
Remaja akhir dan dewasa awal adalah periode puncak awal skizofrenia, tahun penting dalam perkembangan dewasa muda sosial dan kejuruan Pada 40% dari pria dan. 23% dari wanita yang terdiagnosis skizofrenia kondisi terwujud sebelum usia 19. Untuk meminimalkan gangguan perkembangan yang berhubungan dengan skizofrenia, banyak pekerjaan yang baru-baru ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengobati prodromal (pra-onset) fase penyakit, yang telah terdeteksi hingga 30 bulan sebelum dimulainya gejala. Mereka yang terus mengembangkan skizofrenia mungkin mengalami gejala psikotik sementara atau membatasi diri dan gejala non-spesifik sosial, penarikan iritabilitas dan dysphoria selama fase prodromal.
Istilah skizofrenia diciptakan oleh Eugen Bleuler.
Psikiater Kurt Schneider (1887-1967) yang terdaftar bentuk gejala psikotik yang ia berpikir skizofrenia dibedakan dari gangguan psikotik lainnya. Ini disebut pertama-peringkat gejala atau Schneider pertama-peringkat gejala, dan mereka termasuk delusi menjadi dikontrol oleh kekuatan eksternal; keyakinan bahwa pikiran sedang dimasukkan ke dalam atau ditarik dari pikiran sadar seseorang, keyakinan bahwa pikiran seseorang sedang disiarkan ke orang lain;. dan suara-suara halusinasi pendengaran yang mengomentari pikiran seseorang atau tindakan atau yang berkomunikasi dengan suara hallucinated lain. Walaupun mereka harus turut menyumbang kriteria diagnostik saat ini, gejala kekhususan peringkat pertama telah dipertanyakan. Sebuah tinjauan dari studi diagnostik yang dilakukan antara tahun 1970 dan 2005 menemukan bahwa mereka mengijinkan bukanlah konfirmasi ulang atau penolakan terhadap klaim Schneider, dan menyarankan bahwa peringkat pertama-gejala menjadi de-ditekankan dalam revisi masa depan sistem diagnostik.

Gejala Positif dan negatif gejala
Skizofrenia sering dijelaskan dalam hal positif dan negatif (atau defisit)
Gejala gejala positif
adalah mereka yang kebanyakan orang tidak biasanya pengalaman tetapi yang hadir pada penderita skizofrenia,. Umumnya merespon dengan baik untuk obat-obatan. Mereka dapat mencakup delusi, gangguan pikiran dan pidato, dan taktil, halusinasi pendengaran, visual, penciuman dan gustatory, biasanya dianggap sebagai manifestasi psikosis. Halusinasi ini. juga biasanya terkait dengan isi tema delusional.

Gejala negatif defisit normal emosional tanggapan atau proses berpikir lain, dan merespon kurang baik terhadap pengobatan. Mereka umumnya termasuk mempengaruhi datar atau tumpul dan emosi, kemiskinan berbicara (alogia), ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan (anhedonia), kurangnya keinginan untuk membentuk hubungan (asociality), dan kurangnya motivasi (avolition). Penelitian menunjukkan bahwa gejala negatif memberikan kontribusi lebih terhadap kualitas hidup yang buruk, cacat fungsional, dan beban pada orang lain daripada gejala positif. Orang-orang dengan gejala negatif menonjol sering memiliki sejarah penyesuaian miskin sebelum timbulnya penyakit., Dan respon terhadap obat sering terbatas.

Penyebab
Kombinasi faktor genetik dan lingkungan memainkan peran dalam perkembangan skizofrenia Orang dengan riwayat keluarga yang menderita skizofrenia. Transien atau membatasi diri psikosis memiliki kesempatan 20-40% dari satu tahun didiagnosa kemudian.

Genetik
Estimasi heritabilitas bervariasi karena kesulitan dalam memisahkan efek genetika dan lingkungan. Risiko terbesar untuk mengembangkan skizofrenia adalah memiliki relatif tingkat pertama dengan penyakit tersebut (risiko 6,5%);. Lebih dari 40% dari monozigotik kembar dari mereka dengan skizofrenia juga dipengaruhi. Hal ini mungkin bahwa banyak gen yang terlibat, masing-masing efek kecil.

Lingkungan
Faktor lingkungan yang terkait dengan perkembangan skizofrenia meliputi stressor kehamilan, lingkungan hidup, dan penggunaan narkoba. Parenting style tampaknya tidak berpengaruh, meskipun orang dengan orang tua mendukung lebih baik dibandingkan dengan orang tua yang kritis Hidup. dalam lingkungan perkotaan selama masa kanak-kanak atau sebagai orang dewasa secara konsisten telah ditemukan untuk meningkatkan risiko skizofrenia dengan faktor dua, bahkan setelah mempertimbangkan menggunakan account narkoba, kelompok etnis, dan ukuran kelompok sosial.
Faktor lain yang memainkan peran penting termasuk isolasi sosial dan imigrasi yang berkaitan dengan kesulitan sosial, diskriminasi rasial, disfungsi keluarga, pengangguran, dan kondisi perumahan yang buruk.

Penyalahgunaan Zat/Obat-obatan
Sejumlah obat telah dikaitkan dengan perkembangan skizofrenia termasuk ganja, kokain dan amphetamines. Sekitar setengah dari mereka yang menggunakan obat skizofrenia dan / atau alkohol berlebihan. Peran ganja bisa kausal, tetapi obat lain hanya dapat digunakan sebagai coping mekanisme untuk menangani depresi, kecemasan, kebosanan, dan kesepian.

Ganja dikaitkan dengan peningkatan dosis tergantung pada risiko mengembangkan gangguan psikotik digunakan. Sering telah ditemukan untuk melipatgandakan risiko psikosis dan skizofrenia Beberapa penelitian telah namun. Mempertanyakan kausalitas link ini. amfetamin, kokain, dan alkohol tingkat lebih rendah, dapat mengakibatkan psikosis yang menyajikan sangat mirip dengan skizofrenia.

Sebelum melahirkan
Faktor-faktor seperti hipoksia dan infeksi, atau stres dan kekurangan gizi pada ibu selama perkembangan janin, dapat mengakibatkan sedikit peningkatan risiko skizofrenia di kemudian hari. Orang yang didiagnosis skizofrenia lebih mungkin telah lahir pada musim dingin atau. musim semi (setidaknya di belahan bumi utara), yang mungkin akibat dari peningkatan tingkat eksposur virus di dalam rahim.
Diatas telah dijelaskan beberapa penyebab skizopren.

Mekanisme-mekanisme skizofrenia
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menjelaskan hubungan antara fungsi otak diubah dan skizofrenia. Salah satu yang paling umum adalah hipotesis dopamin, yang atribut psikosis untuk interpretasi yang salah pikiran tentang tembak neuron dopaminergik
Psikologis
Banyak mekanisme psikologis telah terlibat dalam pengembangan dan pemeliharaan skizofrenia. bias kognitif telah diidentifikasi pada mereka dengan diagnosis atau mereka yang berisiko, terutama ketika sedang stres atau dalam situasi membingungkan. Beberapa fitur mungkin mencerminkan defisit kognitif neurokognitif global seperti kehilangan memori, sementara yang lain mungkin terkait dengan isu-isu tertentu dan pengalaman
Meskipun penampilan umum dari "tumpul mempengaruhi", temuan baru menunjukkan bahwa banyak individu didiagnosis dengan skizofrenia secara emosional responsif, terutama terhadap rangsangan stres atau negatif, dan bahwa sensitivitas tersebut dapat menyebabkan kerentanan terhadap gejala atau terhadap gangguan.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa konten keyakinan delusi dan pengalaman psikotik dapat mencerminkan menyebabkan gangguan emosional, dan bahwa bagaimana seseorang menafsirkan pengalaman semacam itu dapat mempengaruhi simtomatologi [39] [40] [41] Penggunaan "perilaku keselamatan" untuk menghindari. ancaman membayangkan bisa berkontribusi pada kronisitas delusi. Bukti lebih lanjut untuk peran mekanisme psikologis. berasal dari efek psychotherapies tentang gejala skizofrenia.

Kriteria
ICD-10 kriteria yang biasanya digunakan di negara-negara Eropa, sedangkan DSM-IV-TR kriteria yang digunakan di Amerika Serikat dan seluruh dunia, dan yang berlaku dalam studi penelitian. ICD-10 kriteria yang lebih menekankan pada gejala pertama-peringkat Schneiderian. Dalam prakteknya, perjanjian antara kedua sistem yang tinggi.
Menurut keempat edisi revisi Manual Diagnostik dan Statistik Mental Disorders (DSM-IV-TR), untuk dapat didiagnosis dengan skizofrenia, tiga kriteria diagnostik harus dipenuhi:

1. Gejala Karakteristik: Dua atau lebih dari berikut ini, masing-masing hadir untuk banyak waktu selama periode satu bulan (atau kurang, jika gejala dikirimkan dengan pengobatan).
*Delusions
*Halusinasi
*Berantakan pidato, yang merupakan manifestasi dari gangguan pemikiran formal
*Terlalu perilaku tidak teratur (misalnya dressing tidak tepat, sering menangis) atau
perilaku katatonik
*Gejala negatif: tumpul mempengaruhi (kekurangan atau penurunan respons emosional),
alogia (kekurangan atau penurunan dalam pidato), atau avolition (kurang atau penurunan
motivasi)

Jika delusi yang dinilai aneh, atau halusinasi terdiri dari mendengar satu suara berpartisipasi dalam komentar menjalankan tindakan pasien atau mendengar dua atau lebih suara bercakap-cakap dengan satu sama lain, hanya yang diperlukan gejala di atas. Kriteria disorganisasi bicara hanya bertemu jika cukup parah secara substansial mengganggu komunikasi.

2. Sosial atau disfungsi pekerjaan: Untuk sebagian besar waktu sejak awal gangguan, satu atau wilayah utama lebih berfungsi seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, adalah nyata di bawah tingkat yang dicapai sebelum awal.

3. Signifikan durasi: tanda-tanda gangguan berlangsung terus menerus selama minimal enam bulan. Periode enam bulan harus menyertakan setidaknya satu bulan gejala (atau kurang, jika gejala dikirimkan dengan pengobatan).

Jika tanda-tanda gangguan yang hadir selama lebih dari satu bulan tapi kurang dari enam bulan, diagnosis gangguan schizophreniform diterapkan Gejala psikotik yang berlangsung kurang dari sebulan. Dapat didiagnosis sebagai gangguan psikotik singkat, dan berbagai kondisi dapat digolongkan sebagai gangguan psikotik tidak disebutkan secara spesifik. Skizofrenia tidak dapat didiagnosis jika gejala gangguan mood substansial hadir (meskipun gangguan schizoaffective dapat didiagnosis), atau jika gejala gangguan perkembangan meluas hadir kecuali delusi menonjol atau halusinasi juga ada, atau jika gejala adalah hasil fisiologis langsung dari umum kondisi medis atau substansi, seperti penyalahgunaan obat.

Pencegahan
Bukti efektivitas intervensi awal tidak meyakinkan. Meskipun ada beberapa bukti bahwa intervensi dini pada mereka dengan episode psikotik dapat memperbaiki hasil jangka pendek, ada sedikit manfaat dari tindakan-tindakan setelah lima tahun.. Mencoba untuk mencegah skizofrenia dalam fase prodrome adalah manfaat pasti dan karena itu pada tahun 2009 tidak direkomendasikan. Pencegahan adalah sulit karena tidak ada penanda yang dapat diandalkan untuk pengembangan selanjutnya dari penyakit.

Perlakuan utama skizofrenia adalah obat antipsikotik, seringkali dalam kombinasi dengan dukungan psikologis dan sosial. Rawat Inap dapat terjadi untuk episode parah baik secara sukarela atau (jika undang-undang kesehatan mental memungkinkan itu) tanpa sengaja. Rawat inap jangka panjang jarang terjadi sejak awal deinstitutionalization pada 1950-an, meskipun masih sering terjadi layanan dukungan Masyarakat termasuk Drop In Center, kunjungan oleh anggota tim kesehatan mental masyarakat, didukung kerja dan. kelompok dukungan yang umum . Beberapa bukti menunjukkan bahwa olahraga teratur memiliki efek positif pada kesehatan fisik dan mental mereka yang schizophren.

Obat
Baris pertama perawatan psikiatris untuk skizofrenia adalah obat antipsikotik, yang dapat mengurangi gejala positif psikosis dalam waktu sekitar 7-14 hari. Antipsikotik namun gagal untuk secara signifikan memperbaiki gejala negatif dan disfungsi kognitif.

Pilihan yang antipsikotik untuk digunakan didasarkan pada manfaat, risiko, dan biaya. Hal ini diperdebatkan apakah sebagai antipsikotik tipikal atau atipikal kelas lebih baik [68]. Keduanya telah sama drop-out dan tingkat gejala relaps saat typicals adalah digunakan pada dosis sedang rendah untuk. Ada respon yang baik di 40-50%, respon parsial dalam 30-40%, dan resistensi pengobatan. (gejala kegagalan untuk merespon memuaskan setelah enam minggu untuk dua dari tiga antipsikotik yang berbeda) dalam 20% dari orang. Clozapine adalah pengobatan yang efektif bagi mereka yang memiliki respon yang buruk terhadap obat lain, tetapi memiliki efek samping yang berpotensi serius agranulositosis (menurunkan jumlah sel darah putih)
Sehubungan dengan efek samping antipsikotik khas yang berhubungan dengan tingkat yang lebih tinggi efek samping ekstrapiramidal sementara atypicals berhubungan dengan penambahan berat badan yang cukup besar, diabetes dan risiko sindrom metabolik. Sementara atypicals memiliki efek samping yang lebih sedikit ekstrapiramidal perbedaan ini sederhana. Beberapa atypicals seperti quetiapine dan risperidone yang terkait dengan risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan perphenazine atipikal, sementara clozapine dikaitkan dengan risiko terendah kematian. Masih belum jelas apakah antipsikotik baru mengurangi kemungkinan mengembangkan neuroleptik ganas sindrom, gangguan neurologis yang jarang namun serius.

Bagi orang yang tidak mau atau tidak minum obat teratur, persiapan long-acting depot dari antipsikotik dapat digunakan untuk mencapai control. Ketika digunakan dalam kombinasi dengan intervensi psikososial mereka dapat meningkatkan kepatuhan jangka panjang terhadap pengobatan..

Psikososial
Sejumlah intervensi psikososial mungkin bermanfaat dalam pengobatan skizofrenia termasuk: terapi keluarga, pengobatan masyarakat tegas, kerja didukung, pelatihan keterampilan, terapi perilaku kognitif (CBT), intervensi ekonomi token, dan intervensi psikososial untuk penggunaan narkoba dan berat manajemen terapi keluarga atau pendidikan, yang membahas sistem seluruh keluarga dari seorang individu, dapat mengurangi kambuh dan rawat inap. Bukti untuk efektivitas CBT di baik mengurangi gejala atau mencegah kambuh. sangat minim. Manfaat seni atau terapi drama saat ini tidak diketahui.

Prognosa
Skizofrenia memiliki biaya manusia dan ekonomi yang besar.Ini menghasilkan penurunan harapan hidup 12-15 tahun, terutama karena hubungannya dengan obesitas, gaya hidup menetap, dan merokok, dengan tingkat peningkatan bunuh diri memainkan peran yang lebih rendah.. Perbedaan harapan hidup meningkat antara tahun 1970-an dan 1990-an, dan antara tahun 1990 dan dekade pertama abad ke-21 tidak berubah secara substansial dalam sistem kesehatan dengan akses terbuka untuk perawatan (Finlandia). Skizofrenia merupakan penyebab utama kecacatan, dengan psikosis aktif digolongkan sebagai kondisi ketiga paling mematikan setelah quadriplegia dan demensia dan depan paraplegia dan kebutaan. Sekitar tiga-perempat orang dengan skizofrenia memiliki cacat yang sedang berlangsung dengan kambuh. Beberapa orang sembuh sepenuhnya dan lainnya berfungsi dengan baik dalam masyarakat [83] Kebanyakan orang dengan skizofrenia hidup. independen dengan dukungan masyarakat. [2] Pada orang dengan psikosis episode pertama hasil jangka panjang yang baik terjadi pada 42%, perantara hasil di 35% dan hasil yang buruk di 27% Hasil untuk skizofrenia muncul. yang lebih baik dalam pengembangan daripada negara maju. Namun kesimpulan ini telah dipertanyakan.
Ada lebih tinggi daripada rata-rata bunuh diri yang terkait dengan skizofrenia. Ini telah dikutip sebesar 10%, tapi analisis yang lebih baru-baru ini studi dan statistik merevisi estimasi untuk 4,9%, paling sering terjadi pada periode berikutnya awal atau masuk rumah sakit pertama. Upaya Beberapa kali lebih banyak (20 sampai 40%) bunuh diri. Ada berbagai faktor risiko, termasuk jenis kelamin laki-laki, depresi, dan kecerdasan intelektual yang tinggi.

Semoga bermanfaaat :)

Sumber:
http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/kesehatan-mental
http://organisasi.org/hal-faktor-yang-mempengaruhi-kesehatan-mental-manusia-internal-dan-eksternal-psikologi
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=2037
http://en.wikipedia.org/wiki/Schizophrenia

Sabtu, 10 Maret 2012

Menjaga Kesehatan Mental


  Ketika tubuh kita sakit, kita dapat dengan mudah memeriksakannya ke dokter. Namun, bagaimana jika mental kita yang sakit apa yang harus dilakukan.

     Kesehatan mental adalah keadaan di mana seseorang menyadari aspek-aspek potensial dalam dirinya, dapat mengatasi tekanan-tekanan normal dalam hidup, menjadi pekerja produktif, dan dapat membuat kontribusi yang positif di dalam komunitasnya. Jika Anda bermasalah dengan aspek-aspek tersebut, mungkin Anda termasuk orang dengan kesehatan mental yang terganggu.

     Ada empat cara untuk menghindari gangguan kesehatan mental :

1. Keseimbangan dalam berpikir

     Selalu memikirkan hal-hal negatif adalah cara yang ampuh untuk menenggelamkan diri Anda ke dalam masalah. Pemikiran Anda tidak hanya berpengaruh pada perlakuan Anda terhadap diri sendiri, tetapi juga terhadap orang lain. Hanya fokus pada sisi negatif hanya akan membuat Anda merasakan hal yang buruk terhadap sebuah situasi dan diri sendiri.

     Oleh karena itu, sangat penting bagi Anda untuk mampu menjaga kesehatan mental dan belajar menyeimbangkan pikiran dengan melihat keseluruhan sisi dalam setiap masalah sehingga Anda dapat menemukan penyelesaian yang tepat.

     Keseimbangan berpikir adalah ketika Anda dihadapkan pada masalah, Anda harus mempertimbangakan fakta, pendapat Anda sendiri, perasaan Anda, dan bagaimana Anda bereaksi terhadap masalah tersebut. Jika Anda hanya memperdulikan salah satu aspek, contohnya perasaan Anda, mengontrol logika berpikir Anda, maka pikiran Anda pun akan menyimpang. Masalah Anda pun dapat menjadi lebih buruk.

2. Olahraga

     Berolahraga tidak hanya baik untuk kesehatan tubuh, tetapi juga mental. Berolahraga dapat meningkatkan endorphins, serotonin, dan dopamine pada tubuh yang dapat memberikan perasaan senang dan tenang. Zat-zat tersebut juga dapat mengatur perasaan gelisah, stres, dan depresi.

     Aktivitas ini dapat dengan lancar mengalirkan darah ke otak dan ke seluruh tubuh sehingga membuat otot dan mental lebih tenang. Ingatlah bahwa ketika Anda dapat berpenampilan bagus, maka Anda akan merasa senang. Dalam jangka panjang, memelihara kebugaran fisik akan menambah kepercayaan diri Anda dan mengubah cara berpikir Anda terhadap diri Anda sendiri sehingga kesehatan mental pun terjaga.

3. Relaksasi

    Ketika pikiran kita didominasi dengan masalah yang terjadi di masa lalu atau kekhawatiran menghadapi masa depan, maka akan tercipta kekhawatiran yang berlebihan. Jika mental Anda dalam keadaan sehat, maka Anda akan mudah untuk menenangkan pikiran Anda dan konsentrasi pada apa yang dikerjakan. Anda dapat melatih meditasi untuk mengistirahatkan pikiran Anda dan membantunya untuk fokus terhadap apa yang sedang terjadi.

     Meditasi dapat dilakukan dengan tutuplah mata Anda, fokus pada pernapasan Anda, kosongkan pikiran Anda dari apapun yang tidak berhubungan dengan yang terjadi saat ini. Hal ini dapat membantu tubuh Anda lebih tenang dan membiarkan pikiran Anda beristirahat sejenak.

4. Berekspresi

    Memendam emosi sama halnya dengan membiarkan penyakit memburuk tanpa diobati. Emosi yang terpendam dapat memberikan dampak buruk terhadap fisik dan mental. Jika Anda tidak dapat membicarakan apa yang Anda rasakan atau tidak tahu bagaimana membicarakannya, cobalah untuk mencari cara lain untuk mengekspresikan perasaan Anda dan mengeluarkan emosi Anda.

     Mengekspresikan diri Anda adalah salah satu alternatif untuk melepaskan emosi dan menghilangkan stres. Mengekspresikan diri dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan seni seperti bermain musik, menulis sebuah cerita, atau belajar mengenai cara mengekspresikannya.

    Pikirkan sebuah hobi baru untuk detoksifikasi emosi negatif sembari mencari kemampuan lain pada diri Anda. Ingatlah, tidak ada yang salah dari mengekspresikan diri, selama Anda yakin hal tersebut membantu Anda untuk melepaskan energi negatif pada diri Anda.

Sumber:  www.irwan.web.id 

Kesehatan Mental


A. Pengertian Kesehatan

“Suatu kondisi yang dalam keadaan baik dari suatu organisme atau bagiannya yang dicirikan oleh fungsi yang normal dan tidak adanya penyakit” (Freund, 1991:The International Dictionary of Medicine & Biology).

B. Model Kesehatan Barat & Timur

1. Model Barat

a. Model Biomedis (Fruend, 1991)

     Dipengaruhi oleh filosofi Yunani (Plato&Aristoteles). Manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Ditambah dengan perkemb biologi, penyakit dan kesehatan semata-mata dihubungkan dgn tubuh saja. Semboyan: “Men Sana In Corpore Sano”.

Memiliki 5 asumsi: (Freund, 1991)

-Tdp perbedaan nyata antara tubuh dan jiwa shg penyakit diyakini berada pada satu bagian tubuh tertentu.
-Penyakit dapat direduksi pada gangg fungsi tubuh.
-Penyakit disebabkan oleh suatu penyebab khusus yang secara potensial dpt diidentifikasi.
-Tubuh seperti sebuah mesin.
-Tubuh adalah objek yang perlu diatur dan dikontrol.

b. Model Psikiatris (Helman, 1990)

Penggunaan berbagai model untuk menjelaskan penyebab gangg mental.

     Model organik: menekankan pada perubahan fisik dan biokimia di otak.
     Model psikodinamik: berfokus pada faktor perkembangan dan pengalaman.
     Model behavioral: psikosis terjadi karena kemungkinan2 lingkungan.
     Model sosial: menekankan gangg dalam konteks performansnya.

c. Model Psikosomatis (Tamm, 1993)

     Muncul karena ketidakpuasan dengan model biomedis.Dipelopori oleh Helen Flanders Dunbar (1930-an)
     Tidak ada penyakit fisik tanpa disebabkan oleh anteseden emosional dan sosial. Sebaliknya tidak ada penyakit psikis yang tidak disertai oleh simtom somatik.
     Penyakit berkembang melalui saling terkait secara b’kesinambungan antara faktor fisik dan mental yang saling memperkuat satu sama lain melalui jaringan yang kompleks.

2. Model Timur

   Bersifat lebih holistik (Joesoef, 1990).

a. Holistik sempit

     Organisme manusia dilihat sbg suatu sistem kehidupan yang semua komponennya saling terkait dan saling tergantung.

b. Holistik luas

     Sistem tersebut merupakan suatu bagian integral dari sistem2 yang lebih luas, dimana orginasme individual berinteraksi terus menerus dengan lingkungan fisik dan sosialnya, yaitu tetap terpengaruh oleh lingkungan tapi jg bisa m’ngaruhi dan mengubah lingkungan.

C. Konsep Kesehatan Mental

      Konsep kesehatan mental atau al-tibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan dunia kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed ibnu Sahl al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa al-Anfus (Makanan untuk Tubuh dan Jiwa), al-Balkhi berhasil menghubungkan penyakit antara tubuh dan jiwa. Ia biasa menggunakan istilah al-Tibb al-Ruhani untuk menjelaskan kesehatan spiritual dan kesehatan psikologi.
      Sedangkan untuk kesehatan mental dia kerap menggunakan istilah Tibb al-Qalb . Ia pun sangat terkenal dengan teori yang dicetuskannya tentang kesehatan jiwa yang berhubungan dengan tubuh. Menurut dia, gangguan atau penyakit pikiran sangat berhubungan dengan kesehatan badan. Jika jiwa sakit, maka tubuh pun tak akan bisa menikmati hidup dan itu bisa menimbulkan penyakit kejiwaan, tutur al-Balkhi.
    Menurut al-Balkhi, badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Inilah yang disebut keseimbangan dan ketidakseimbangan. Dia menulis bahwa ketidakseimbangan dalam tubuh dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa sakit di badan. Sedangkan, ketidakseimbangan dalam jiwa dapat menciptakan kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan kejiwaan lainnya.
     Selain al-Balkhi, peradaban Islam juga memiliki dokter kejiwaan bernama
Ali ibnu Sahl Rabban al-Tabari . Lewat kitab Firdous al-Hikmah yang ditulisnya pada abad ke-9 M, dia telah mengembangkan psikoterapi untuk menyembuhkan pasien yang mengalami gangguan jiwa. Al-Tabari menekankan kuatnya hubungan antara psikologi dengan kedokteran.
     Menurut dia, untuk mengobati pasien gangguan jiwa membutuhkan konseling dan dan psikoterapi. Al-Tabari menjelaskan, pasien kerap kali mengalami sakit karena imajinasi atau keyakinan yang sesat. Untuk mengobatinya, kata al-Tabari, dapat dilakukan melalui ''konseling bijak''. Terapi ini bisa dilakukan oleh seorang dokter yang cerdas dan punya humor yang tinggi. Caranya dengan membangkitkan kembali kepercayaan diri pasiennya.
    Melalui kitab yang ditulisnya yakni El-Mansuri dan Al-Hawi , dokter Muslim legendaris Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi (al-Razi) juga telah berhasil mengungkapkan definisi symptoms (gejala) dan perawatannya untuk menangani sakit mental dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan mental.
Al-Razi juga tercatat sebagai dokter atau psikolog pertama yang membuka ruang psikiatri di sebuah rumah sakit di Kota Baghdad.

D. Ciri-ciri tingkah laku sehat dan normal

1. Warga (1983)

Ciri-ciri individu sehat/normal adalah:

-Bertingkahlaku menurut norma2 sosial yang diakui.
-Mampu mengelola emosi.
-Mampu m’aktualkan potensi-potensi yang dimiliki.
-Dapat mengikuti kebiasaan-kebiasaan sosial.
-Dapat mengenali resiko dari setiap perbuatan dan kemampuan tersebut digunakan untuk menuntun tingkah lakunya.
-Mampu menunda keinginan sesaat untuk mencapai tujuan jangka panjang.
-Mampu belajar dari pengalaman.
-Biasanya gembira.

2. Harber&Runyon (1984)

Ciri individu normal adalah:

-Sikap terhadap diri sendiri: mampu menerima diri apa adanya, memiliki identitas diri yang jelas, mampu menilai kelebihan dan kekurangan diri sendiri secara realistis.
-Persepsi terhadap realita: pandangan realistis terhadap diri dan dunia sekitar yang meliputi orang lain maupun segala sesuatunya.
-Integrasi: kepribadian menyatu & harmonis, bebas konflik, toleransi yang baik terhadap stres.
-Kompetensi:mengembangkan ketrampilan dasar b’kaitan dengan aspek fisik, inteligensi, emosional dan sosial untuk melakukan coping thd masalah.
-Otonomi: memiliki ketetapan diri yang kuat, b’tgjwb, penentuan diri dan memiliki kebebasan yang cukup thd pengaruh sosial.
-Pertumbuhan dan aktualisasi diri: pengembangan ke arah kematangan, pengembangan potensi dan pemenuhan diri sebagai pribadi.
-Relasi interpersonal: kemampuan membentuk dan memelihara relasi interpersonal yang intim.
-Tujuan hidup: Tidak perfeksionis, tapi membuat tujuan yang realistis dan masih dalam kemampuan individu.

Sumber: diambil dari berbagai macam sumber