Dalam 5.000 tahun terakhir, otak manusia menyusut sekitar 10 persen.
Apakah evolusi pada manusia sudah benar-benar berhenti?
Sederet bukti ilmiah menunjukkan, evolusi masih terus terjadi. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan, evollusi ini berjalan semakin cepat.
Salah satu contohnya, evolusi pada otak manusia. Pengamatan komprehensif yang dilakukan sekelompok ilmuan di Univesrsitas Wisconsin AS menunjukkan, otak manusia selama 10 ribu tahun belakangan mengalami evolusi. “Kami menemukan bahwa otak manusia berevolusi hingga saat ini, “ujar ahli paleontropologi John Hawks dari Universitas Wisconsin.
Berdasarkan pengukuran tulangl tengkorak kepala, otak manusia mengalami penyusutan selama 5.000 tahun ini.
“Jika membicarakan evolusi yang terjadi pada manusia modern, buktinya memang tidak banyak. Namun data arkeologi dari Eropa, Cina, Afrika Selatan dan Australia menunjukkan, otak manusia telah menyusut sebanyak 150 sentimeter kubik, atau sekitar 10 persen.”paparnya.
Penyebab menyusutnya otak manusia lanjut dia, ditengarai karena pola kehidupan yang kian spesifik. Manusia mengandalkan manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya yang beragam, sementara ia hanya mengerjakan beberapa hal yang dikuasainya. Hal ini berkebalikan dengan kehidupan zaman berburu dan meramu saat individu harus memenuhi kebutuhannya sendiri. “Karena kegiatan yang terspesialisasi itulah manusia tidak membutuhkan otaknya seperti pada zaman purba. “tambahnya.
Evolusi pada manusia modern juga dapat diliat dari hubungan antara manusia dengan malaria. Penyakit ini mengancam manusia sejak zaman purba, sehingga ada kebutuhan dari dalam tubuh manusia untuk mempertahankan diri dari malaria. Manusia yang memiliki gen resisten terhadap malaria, memiliki kemungkinan untuk bertahan hidup. Sementara makhluk hidup lain yang tak memiliki semaacam kekebalan tubuh terhadap malaria, tak punya kesempatan untuk beranak-pinak.
Banyak contoh yang menunjukkan pertahanan tubuh manusia terhadap malaria. Misalnya, sel sabit anemia yang diketahui merupakan bentuk menyimpang dari sel darah merah yang sehat yang bisa mengganggu aliran darah dan merusak jaringan sel. Namun, ternyata perubahan bentuk sel darah merah ini juga dapat menyebabkan parasit malaria tidak dapat berkembang dalam sel darah yang berbentuk sabit.
“Walaupun sel sabit paling banyak ditemukan di Afrika, namun gen India dan Pakistan sepertinya menunjukkan evolusi yang terpisah, “julas Hawks. Kedua jenis gen itu berevollusi sejak 3-4 ribu tahun belakangan hingga manusia modern saat ini. Dan populasi yang memiliki sel darah merah yang berbentuk sabit itu meningkat 10-15 persen. “Ini perubahan yang cukup cepat”,tegas Hawks.
Salah satu contohnya, evolusi pada otak manusia. Pengamatan komprehensif yang dilakukan sekelompok ilmuan di Univesrsitas Wisconsin AS menunjukkan, otak manusia selama 10 ribu tahun belakangan mengalami evolusi. “Kami menemukan bahwa otak manusia berevolusi hingga saat ini, “ujar ahli paleontropologi John Hawks dari Universitas Wisconsin.
Berdasarkan pengukuran tulangl tengkorak kepala, otak manusia mengalami penyusutan selama 5.000 tahun ini.
“Jika membicarakan evolusi yang terjadi pada manusia modern, buktinya memang tidak banyak. Namun data arkeologi dari Eropa, Cina, Afrika Selatan dan Australia menunjukkan, otak manusia telah menyusut sebanyak 150 sentimeter kubik, atau sekitar 10 persen.”paparnya.
Penyebab menyusutnya otak manusia lanjut dia, ditengarai karena pola kehidupan yang kian spesifik. Manusia mengandalkan manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya yang beragam, sementara ia hanya mengerjakan beberapa hal yang dikuasainya. Hal ini berkebalikan dengan kehidupan zaman berburu dan meramu saat individu harus memenuhi kebutuhannya sendiri. “Karena kegiatan yang terspesialisasi itulah manusia tidak membutuhkan otaknya seperti pada zaman purba. “tambahnya.
Evolusi pada manusia modern juga dapat diliat dari hubungan antara manusia dengan malaria. Penyakit ini mengancam manusia sejak zaman purba, sehingga ada kebutuhan dari dalam tubuh manusia untuk mempertahankan diri dari malaria. Manusia yang memiliki gen resisten terhadap malaria, memiliki kemungkinan untuk bertahan hidup. Sementara makhluk hidup lain yang tak memiliki semaacam kekebalan tubuh terhadap malaria, tak punya kesempatan untuk beranak-pinak.
Banyak contoh yang menunjukkan pertahanan tubuh manusia terhadap malaria. Misalnya, sel sabit anemia yang diketahui merupakan bentuk menyimpang dari sel darah merah yang sehat yang bisa mengganggu aliran darah dan merusak jaringan sel. Namun, ternyata perubahan bentuk sel darah merah ini juga dapat menyebabkan parasit malaria tidak dapat berkembang dalam sel darah yang berbentuk sabit.
“Walaupun sel sabit paling banyak ditemukan di Afrika, namun gen India dan Pakistan sepertinya menunjukkan evolusi yang terpisah, “julas Hawks. Kedua jenis gen itu berevollusi sejak 3-4 ribu tahun belakangan hingga manusia modern saat ini. Dan populasi yang memiliki sel darah merah yang berbentuk sabit itu meningkat 10-15 persen. “Ini perubahan yang cukup cepat”,tegas Hawks.
Makanan dan Minuman
Toleransi terhadap laktosa (zat yang terdapat dalam susu) adalah salah satu bukti evolusi pada manusia.
Kebanyakan populasi manusia tidak toleran terhadap laktosa. Manusia dewasa tidak dapat mencerna laktosa susu yang kompleks. Namun, evolusi yang terjadi menunjukkan, sejak skitar 7.500 tahun lalu, khususnya di Eropa, manusia sudah bisa menoleransi susu yang bukan berasal dari manusia, dan bisa mendapat makanan bernutrisi baik tanpa membunuh binatang. Contoh lainnya, terjadi evolusi gen berhubungan dengan kemampuan manusia melindungi dirinya dari dabetes mellitus tipe ll.
Sementara itu, terdapat beberapa tanda yang menunjukkan bahwa evolusi manusia mengalami percepatan. Hawks dan kolegannya menemukan bukti, mutasi gen yang terjadi sekarang relative lebih cepat dibanding yang terjadi selama 40 ribu tahun belakangan.
Penyebabnya adalah, ekologi manusia juga turut berubah, dengan perubahan yang relatif cepat. Perubahan yang terjadi pada budaya pertanian misalnya, menyebabkan perubahan pada makana manusia. Kemudian gen manusia juga beradaptasi dengan perubahan itu. Misalnya, manusia modern telah memiliki gen yang dapat mencerna zat tepung.
Kebanyakan populasi manusia tidak toleran terhadap laktosa. Manusia dewasa tidak dapat mencerna laktosa susu yang kompleks. Namun, evolusi yang terjadi menunjukkan, sejak skitar 7.500 tahun lalu, khususnya di Eropa, manusia sudah bisa menoleransi susu yang bukan berasal dari manusia, dan bisa mendapat makanan bernutrisi baik tanpa membunuh binatang. Contoh lainnya, terjadi evolusi gen berhubungan dengan kemampuan manusia melindungi dirinya dari dabetes mellitus tipe ll.
Sementara itu, terdapat beberapa tanda yang menunjukkan bahwa evolusi manusia mengalami percepatan. Hawks dan kolegannya menemukan bukti, mutasi gen yang terjadi sekarang relative lebih cepat dibanding yang terjadi selama 40 ribu tahun belakangan.
Penyebabnya adalah, ekologi manusia juga turut berubah, dengan perubahan yang relatif cepat. Perubahan yang terjadi pada budaya pertanian misalnya, menyebabkan perubahan pada makana manusia. Kemudian gen manusia juga beradaptasi dengan perubahan itu. Misalnya, manusia modern telah memiliki gen yang dapat mencerna zat tepung.